Jumat, 12 Juni 2020

Di bawah Kepungan Narkoba (2 -habis)

Rumah Sakit Ketergantungan Obat di Jakarta pernah merilis bahwa dari penderita yang berusia 15-24 tahun, sebagian besar dari mereka adalah masih aktif di SMP/A. Hal ini merupakan sebuah bukti Sekolah berpotensi menjadi bidikan para bandit narkoba untuk dijadikan lahan empuk perdagangan narkoba.

Usia sekolah merupakan masa-masa transisi, dari masa anak-anak menuju masa remaja atau awal dewasa. Situasi dan kondisi pada masa tersebut kerap mengalami gejala perubahan dan dorongan rasa ingin tahu yang sangat kuat. Anak berusaha menemukan jati dirinya. Mereka kerap menonjolkan “akunya’, tapi bukan aku yang sebenarnya, tapi aku yang “ego”.Sehingga masa tersebut sangat rentan terhadap penyalahgunaan narkoba (abuse). Mereka menggunakan narkoba bukan untuk tujuan pengobatan, melainkan menikmati pengaruhnya.

Berbagai alasan mereka kemukakan. Mulai dari coba-coba (experimental use), mengatasi stress (situational use), bersenang-senang (recreational use), sosialisasi (social use), dan gaya hidup (life style). Padahal, dampak yang ditimbulkan sangat tidak baik terhadap fisik, mental, kehidupan sosial, bahkan sangat mungkin. mengandaskan masa depannya.

Beberapa jenis narkoba yang banyak beredar antara lain heroin (putauw), sabu-sabu (metamfetamin), ekstasi, ganja, obat tidur, inhalal1sia (uap yang dihirup), solven (zat pelarut), alkohol, dan nikotin. Dua jenis narkoba yang disebut terakhir kerap dikonsumsi siswa. Dalam bebeberapa kasus, tidak sedikit siswa terjaring razia karena ditemukan membawa minuman keras (miras) dan rokok.

Alkohol yang terkandung dalam miras berdampak buruk bagi peminumnya, karena akan menghambat kerja otak, rileks, mabuk, gangguan koordinasi tubuh, rasa malu dan takut berkurang, serta membahayakan bagi pengendara kendaraan bermotor. Apabila dikonsumsi dalam interval waktu lama akan merusak jantung, hati, lambung, dan saraf.

Sementara rokok mengandung nikotin yang menyebabkan ketergantungan. Di dalam rokok mengandung lebih dari 4.000 bahan kimia yang merusak kesehatan tubuh. Dampak buruk yang ditirnbulkan antara lain gigi dan kuku berwama coklat, denyut jantung bertambah, tekanan darah meningkat. Tidak hanya itu merokok juga dapat menimbulkan kanker, gangguan jantung, dan paru-paru.

Anak/siswa adalah generasi muda, tunas bangsa sekaligus pemilik masa depan bangsa. Oleh karena itu harus dijauhkan dari narkoba. Sekolah menjadi, jalan utama kemajuan dan perkembangan umat manusia. Ketika sekolah itu dikelola dengan baik dan sungguh-sungguh akan menghasilkan generasi yang sadar meyakini tujuan bangsanya. Memberi bekal ilmu pengetahuan, membangun mental, serta melatih ketrampilan merupakan cara terbaik melindungi siswa dari kepungan narkoba.

Guru sebagai agen pembelajaran tidak hanya bertanggungjawab membekali siswa ilmu pengetahuan semata. Mereka diharapkan juga menyibukkan diri menangani anak didiknya agar tidak terkontaminasi narkoba. Tidak hanya itu, guru harus senantiasa membimbing putra-putrinya meniti masa depan dengan menjauhi barang haram tersebut.

Beberapa upaya kongkrit yang bisa dilakukan untuk menyeterilkan sekolah dari narkoba antara lain : pertama, mengemas pembelajaran secara terintregrasi. Sosialisasi narkoba dilakukan di saat-saat pembelajaran berlangsung. Artinya, nerkoba tidak harus menjadi mata pelajaran yang berdiri sendiri.

Kedua, melakukan kerjasama horizontal dengan Kepolisian, BNN, Dinas Kesehatan, dan Lembaga Psikologi. Kepolisian melakukan penyuluhan narkoba di sekolah dari sudut pandang hukum. Sementara dinas kesehatan memberikan sebuah gambaran dampak negatif narkoba bagi kesehatan tubuh. Dan pengaruh buruk narkoba terhadap mental kejiwaan menjadi bidang garapan lembaga psikologi.

Ketiga, melakukan tindakan nyata (real action). Melakukan razia, memasang spanduk/poster, mengadakan lomba pidato bertema “gerakan antinarkoba” misalnya. Dengan upaya ini diharapkan siswa akan mengetahui bahaya narkoba, baik dari sisi kesehatan maupun dari aspek hukum. Apabila upaya ini dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan, maka pada gilirannya nanti siswa akan mengatakan “TIDAK” dengan narkoba.

Kamis, 11 Juni 2020

Meniti Karir Tanpa Narkoba (1)

Narkoba sudah dikenal sejak 3400 SM ketika  Sumeria memasuki wilayah Mesopotamia (sekarang Irak) dengan menyebutnya Hul Gil atau tanaman kegembiraan (Opium). Setelah diperkenalkan pada bangsa Assyiria, Babilonia, dan Mesir, Opium menjadi sebuah komoditi antarnegara. Perdagangan opium kian hari semakin ramai. Meski dampak yang ditimbulkan sangat merugikan manusia, mereka tidak memedulikan, bahkan larangan yang telah dibuat pun tidak dihiraukan.

Pada abad 18 kawasan Asia pernah menjadi produsen opium terbesar yang memengaruhi perdagangan dunia. Pemerintah Cina yang sudah mengetahui dampak buruk opium, melakukan razia dan memerintahkan semua pedagang Inggris untuk menyerahkan barang haram tersebut.

Namun hal itu tidak digubris para pedagang Inggris, bahkan Inggris mengirimkan armada kapal perangnya menuju perairan Cina. Saat itulah genderang Perang Candu yang pertama 18 Maret 1839 ditabuh. Dalam peperangan tersebut, Cina mengalami kekalahan. Sebagai konpensasi, Hongkong harus diserahkan Cina kepada Inggris. Hal yang sama terjadi pada saat perang candu kedua, sehingga Cina harus mengganti semua kerugian akibat perang.

Fakta sejarah tersebut merupakan sebuah potret, betapa susahnya membendung pergerakan arus narkoba. Baling-baling perdagangan narkoba digerakan dari berbagai penjuru mata angin. Bandul ekonomi menjadi lebih kuat dibanding bandul etika dan moral. Sopan santun diabaikan, hukum dilanggar, dan bila perlu dibeli.

Grafik kasus narkoba cenderung meningkat. Maraknya kasus narkoba disebabkan karena keuntungan dari bisnis barang haram tersebut cukup menggiurkan. Beberapa sumber mengkalkulasi keuntungan pabrik narkoba, dalam sebulan, mampu meraup keuntungan Rp. 10 Milliar. ltu satu pabrik.

Lemahnya law inforcement dan konteks sosiologis, yang kurang menguntungkan menjadi penyebab utama tumbuh suburnya perdagangan narkoba. Penjara bukan membuat tahanan narkoba jera, tetapi para bandar narkoba itu justru diduga mengendalikan bisnisnya dari balik jeruji besi. Hal ini diperburuk oleh intensitas kegiatan yang kian hari kian meningkat berpotensi menimbulkan tekanan (stres). Permasalahan ekonomi yang semakin komplek berpeluang menimbulkan keputusasaan.

Sementara, kita belum terlatih menyelesaikan persoalan secara konstruktif. Kecenderungan lari dan menghindar dari permasalahan dengan memilih cara instant kerap menjadi sebuah solusi alternatif. (Bersambung)

Rabu, 10 Juni 2020

Menanti "Pesta" di Penghujung Tahun


Suhu politik di berbagai daerah di Indonesia mulai menghangat. Mesin mesin politik sudah mulai dihidupkan. Riuhnya hampir menyamai badai korona. Baliho baliho pasangan bakal calon kepala daerah mulai bertebaran di pinggir pinggir jalan.

Pemerintah telah memutuskan pilkada serentak bakal digelar Desember 2020 mendatang. Setidaknya ada 270 daerah provinsi dan kab/kota di tanah air yang bakal melakoni ritual 5 tahunan ini. 19 daerah diantaranya di Jawa Timur.

Politik dibentuk untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi yang terjadi acapkali sebaliknya. Sebab politik hanya bisa menyelesaikan beberapa persoalan saja. Selebihnya dibutuhkan nilai yang lebih tinggi.

Politik memang seksi. Godaannya amat menggiurkan sekaligus menjerumuskan. Mulai purnawirawan, profesional hingga pebisnis banyak yang tergoda masuk ke kancah politik. Meskipun politik bertentangan dengan jiwa profesional dan pebisnis. "Jiwa bisnis adalah jiwa yang harus bisa dipercaya. Harus memegang teguh komitmen. Apa yang diucapkan harus bisa dipegang," terang Dahlan Iskan

Hal yang jamak terjadi saat jelang pemilukada. Berapa tokoh sudah mulai melakukan tes ombak. Tebar pesona. Jual dagangan. Sejak dulu dagangan yang ditawarkan pancet,  tidak jauh beda: pemberantasan korupsi, kurangi pengangguran, perjuangkan hak wong cilik.

Hasilnya? Tahu sendirilah. Banyak sekali terjadi anomali pascapemilukada. Ada saja bau tak sedap usai pemilukada. Mereka yang awalnya lantang menyuarakan hak hak rakyat kecil, ternyata diam diam diketahui melakukan politik transaksional. Mereka yang awalnya getol menyuarakan pemberantasan korupsi justru malah diterkam omongannya sendiri. Di Jawa Timur, dari 38 kepala daerah kabupaten/kota, 14 diantaranya menjadi pasien Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

#PilkadaGresik
Gresik termasuk salah satu dari 19 daerah di Jawa Timur yang akan melakukan hajatan politik. Menurut Jurnalis Pwigresik pesta demokrasi ini diperkirakan bakal menyedot anggaran sekitar Rp.100 milliar untuk KPU, Bawaslu, aparat keamanan, dan kebutuhan lain.

Tahun 2010 lalu, saya menyoroti pengangguran di Gresik. Kala itu Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Gresik memprediksi pengangguran di Kota Santri naik sekitar 15 hingga 20 ribu orang per tahun. Pengangguran tersebut disebabkan terbatasnya lapangan kerja. Perbandingan kesempatan kerja dengan pencari kerja tidak seimbang.

Awal tahun 2019 angka pengangguran pun masih tergolong tinggi. Jumlah penganggurannya mencapai 30.000 orang. Ini patut mendapat  penanganan serius. Semakin tinggi pengangguran, semakin tinggi pula angka kriminalitas. Kalau tidak segera mendapatkan penanganan dikhawatirkan terjadi crime of carnaval.

Sementara itu, Sabtu (1/2) lalu  siswa saya, Naura Zalfa Addintama (SMAN 1 Gresik) melakukan presentasi di Gedung DPRD Gresik dalam rangka  kompetisi literasi pelajar tingkat SMA sederajat yang digelar PWI Gresik.

Lewat presentasinya, Naura--sapaan akrabnya-- berharap, ke depan Gresik dipimpin oleh Bupati "ASIK" (kreAtif, optimiS, pedulI, Koordinatif) dan Melek Teknologi Buat Pariwisata Lokal Gresik Makin Asyik".

Di Gresik ada sekitar 30 destinasi wisata. Akan tetapi destinasi tersebut belum dikelola secara maksimal. Ini menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh Bupati Gresik yang akan datang. Siapa pun yang memimpin Gresik diharapkan kreAtif mengelola obyek wisata yang ada sehingga mampu menjadi magnit yang kuat bagi wisatawan

Lewat kratifitas itu, lanjut Naura, akan membuat pemerintah daerah optimiS obyek wisata Gresik semakin banyak diminati. Kalau banyak pengunjung, tentu akan mendongkarak pendapatan asli daerah. Artinya Bupati yang kreatif berpotensi menjadi daya ungkit PAD

Naura menambahkan, setiap tahun Gresik selalu kedatangan tamu rutin, yakni banjir. Salah satu penyebanya adalah kali Lamong yang tidak mampu menampung air saat musim hujan datang. Ke depan Bupati harus pedulI lingkungan. Kali Lamong itu bisa dikelola menjadi sebuah destinasi. Misalnya dengan membangun waduk yang berfungsi menyimpan air. "Waduk tersebut dilengkapi dengan sepeda air, untuk olah raga air, serta infrastruktur lainnya," imbuhnya

Masyarakat adalah unsur utama pariwisata. Oleh karena itu Bupati ke depan harus terus Koordinatif. "Artinya, Bupati harus intensif berkoordinasi dengan masyarakat guna memajukan pariwisata kabupaten Gresik," pungkasnya

Kala itu presentasi Naura dihadiri ketua DPRD Gresik Fandi Ahmad Yani (PKB) didampingi para wakil ketua Achmad Nurhamim (Golkar), Mujid Riduan (PDI-P), dan Asluchul Alif (Gerindra). Di antara mereka dikabarkan ikut ambil bagian dalam running pilkada Gresik. Andai terpilih memimpin Gresik apakah akan serius menggarap destinaai wisata Gresik. Kita tunggu saja. (**/)


Jumat, 05 Juni 2020

MATA DATA.

Data itu jamak. Bentuk tunggalnya datum. Datum didapat melalui pengamatan. Bentuknya bisa angka, simbol, maupun bahasa . Kumpulan beberapa datum disebut data. Data belum bisa berbicara dan tidak memiliki arti penuh sebelum dilakukan pengolahan, meliputi verifikasi, kritik, analisis dan interpretasi.

Saat ini, data menjadi salah satu kunci validitas dan keakurasian. Semua yang tidak berbasis data berarti hoax. Semua harus berbasis data. Tentunya data yang telah melalui proses pengolahan. Bukan data mentah. Berawal dari sini kemudian muncul badan maupun lembaga yang mengolah dan menjual data.

Data memiliki dua mata yang berbeda. Mata yang satu bersifat positif, mata satunya negatif. Mata yang satu optimis, satunya pesimis. Bisa mencemaskan, bisa juga menenangkan. Tergantung cara memandangnya. 

Misalnya, ketika pemilu akan gelar, banyak sekali data data yang diberikan oleh lembaga survey. Data ini menjadi sangat penting karena berkaitan dengan popularitas dan elektabilitas. Dia juga berpotensi menimbulkan kenyamanan aekaligus kepanikan. Seseorang yang mengikuti running pemilu/kada pasti akan mengalami kepanikan ketika melihat data pendukungnya sedikit. Akibatnya, baliho yang baru muncul di pinggir dijalan tenggelam lagi. Begitu sebaliknya.

Anak anak kita, bahkan kita sendiri juga sering mengalami kepanikan ketika tidak memiliki paket DATA internet. Wkkkkk.....wkkkkkk

Dalam kasus pandemi korona, angka-angka terus beregerak. Sejak virus yang berasal dari Wuhan ini mewabah, setiap hari kita diberikan suguhan data. Juru bicara penanganan covid-19 Achmad Yurianto setiap hari memberikan data perihal kasus positif korona, PDP, ODP, pasien sembuh dan pasien yang meninggal. Data tersebut pun memiliki dua mata. Sehingga menimbulkan kegaduhan. Pandemi ini pun akhirnya seperti Pilkada.

Kata Cak Hud, data tetaplah data. Absurd. Data bukan dasar utama penyelesaian masalah. Sandaran yang mutlak adalah Tuhan. Sisipkanlah doa sebagai ikhtiar batin agar tidak hanya fokus pada usaha lahiriah. Ingat dan yakinlah inna ma'al 'usri yusro. Orang orang selalalu menyandarkan hidupnya kepada Tuhan pasti akan mendapatkan pencerahan batin serta ketenangan jiwa dari setiap perjalanan yang dilaluinya. Sehingga paham bahwa adanya wabah covid-19  adalah salah satu cara Tuhan menguji agar kita menjadi hambaNya yang layak mendapat derajat yang tinggi.

Rabu, 03 Juni 2020

Jangan Lupa Bahagia

Pesan di atas kerap disampaikan Romi Siswanto Hamzah kepada kawan kawan guru pada suatu kesempatan Bimtek atau lomba yang dihelat Kesharlindung dikmen. Romi, sapaan akrabnya sekarang tidak lagi membersamai guru guru dikmen. Ia tetap bersama guru guru tapi guru guru Dikdas. Saya yakin pesan 'dahsyat' itu akan tetap menjadi pengingat bagi diri sendiri, guru guru dan handai taulan yang lain.
Bahagia adalah kata sifat. Level tertinggi dari sebuah pencapaian adalah bahagia, bukan sukses. Sukses bukan kunci kebahagiaan, tapi bahagialah yang menjadi kunci kesuksesan. "Success is not the key to happiness. Happiness is the key to success. If you love what you are doing, you will be successful.” terang Albert Schweitzer.
Langkah menuju kebahagiaan sebenarnya tidak terlalu susah. Bahagia itu sangat sederhana. Bisa dilakukan pada suatu saat di setiap saat. Bentuknya pun bermacam-macam. Guru guru perempuan merasa sangat bahagia bisa foto bareng Dakroni saat puncak acara HGN 2018, misalnya. Apabila kita bahagia dengan pekerjaan saat ini, maka sejatinya kesuksesan sudah ada di depan kita.
Sukses berbeda dengan bahagia. Kita bisa saja sukses sebagai founder. Produk kita digunakan banyak orang. Kita diundang sebagai narasumber di mana mana. Akan tetapi itu tidak cukup membuat bahagia. Apa pasal? Sevab terkadang kita masih mengatakan buat apa jadi guru juara tapi teman di sekelilingnya tidak ada yang seperti dia, jadi juara. Kalimat ini menjadi penanda, masih ada noktah hitam terserak di hati. Kesuksesan yang diraih masih sebatas menempatkan kita lebih dari kawan kawan di sekeliling kita. Sehingga membuat tidak bahagia. Padahal kebahagiaan itu menempatkan kita berwibawa dan dihormati.
Seharusnya kalimat tersebut tidak sampai mengapung ke permukaan. Lewatkan saja agar hati kita tidak lelah. Dunia ini ibarat jalan yang luas. Ada yang lewat jalan lomba. Ada yang nyaman lewat lorong membimbing siswa. Ada juga yang suka lewat jalan membimbing kawan sejawatnya. Tuhan tidak mempermasalahkan jalan itu, yang penting kita bisa Istiqomah hingga akhir perjalanan.
Sukses selalu diidentikkan dengan materi. Namun kebahagiaan tidak harus bertabur kekayaan. Kita tidak dilarang kaya, tapi juga tidak diwajibkan miskin. Hal terpenting adalah kekayaan dan kemiskinan itu dapat membuat kita tetap bersyukur dan bahagia. Sehingga kesempitan dan kelapangan itu bisa mengantarkan kita menjadi bayi telanjang pada detik detik ajal menjemput.
Kesuksesan tidak akan membuat kita tidur nyenyak. Akan tetapi kebahagiaan bisa membuat kita bangun dengan penuh kebugaran. Pada suatu kesempatan Cak Nun pernah mengatakan," Manusia dikasih-Nya darah, naluri, dan kecerdasan agar bisa menyelenggarakan kebahagian. Meskipun dengan suku cadang terendah nilainya, ia mampu menghadapi ramuan kebahagiaan yang jauh melebihi taraf kebahagiaan yang dirajut dengan kemewahan"
Akhirnya, harus berakhir di sini. Saya harus membantu nyonya seterika baju. Saya sangat senang melakukannya, sehingga saya merasa bahagia bisa seterika bareng dengan nyonya.

Tidak Masalah jadi Epigon

Kata epigon memang jarang kita dengar. Sebab banyak yang tidak berkenan disebut epigon.  Kata ini diduga memiliki kecenderungan makna negatif. Di dunia kepenulisan epigon adalah mengikuti gaya tulisan seseorang yang lebih dulu terkenal. Mengekor.

Dalam menulis tidak menutup kemungkinan seseorang terinspirasi dari tulisan orang lain. Misalnya, tulisan Dahlan Iskan (DI). Tidak sedikit orang yang terinspirasi gaya tulisan (DI). DI dalam menulis jarang menggunakan kalimat yang panjang. Kata yang dipilih pun benar benar efektif. Ekonomi kata juga sangat diperhatikan. Tidak ada pemborosan kata kata pada setiap tulisannya. Efektif, inspiratif, dan selalu ada yang baru. Setidaknya itu gaya tulisan DI yang saya tangkap.

Tidak sedikit pula yang meniru gaya menulis A.S Laksana yang kontemplatif dan kerap menggunakan kalimat yang panjang.

Kita terlanjur sering mendengar dan percaya kepada para motivator dan instruktur menulis: kita harus menjadi diri sendiri, menulis dengan gaya atau style kita sendiri. Tidak salah, memang. Tetapi untuk menuju ke sana, tidak bisa ujuk ujuk. Ada proses panjang yang harus dilalui. Tidak masalah jadi epigon dulu. Tidak apa-apa. Ikuti saja gaya menulis seseorang dulu, baru nanti melepaskan diri dari orang yang kita ikuti. Itu bukan plagiasi dan tak pernah dianggap sebuah kesalahan dan dosa.

Pramudya Ananta Toer tidak malu mengakui bahwa karya karyanya banyak terpengaruh dengan gaya John Steinbeck. Bahkan novel realisnya seperti Of Mice and Man diterjemahkan Pram ke dalam bahasa Indonesia  menjadi Manusia dan Tikus.

Tidak hanya Pram,  penulis roman Atheis Achdiat Kartamihardja secara terang-terangan dan jujur mengakui mempelajari teknik menulis pengarang asal Perancis Victor Hugo, penulis roman Les Miserables yang sangat terkenal itu.

Menjadi epigon bagi seorang penulis itu seperti seseorang yang sedang mencari jati dirinya. Seorang penulis akan mencapai tahap seperti yang dikatakan John Cowper Powys: yang paling penting bagi setiap pengarang ialah jiwanya sendiri…”  itu harus melalui proses individuasi. Individuasi adalah proses melemahnya keterikatan pada gaya menulis figur yang ditiru atau diikuti. Sehinga seorang penulis  berkembang sendiri sesuai dengan apa yang ada di benaknya, sesuai dengan pancainderanya saat menangkap pengetahuan, sesuai dengan darah yang mengalir di tubuhnya, sesuai watak dan karakternya.

Oleh karena itu tidak apa apa jadi epigon dulu. Semua ini butuh waktu. Ada proses panjang yang harus dilewati. Tidak instan. Style tulisan itu akan menjadi jenama pribadi seorang penulis. Ia cuma bisa diamati, ditiru, dipelajari, atau mungkin dimofifikasi. Tidak bisa diajarkan.  Seperti ungkapan William Faulkner bahwa tidak ada jalan mekanis untuk menulis atau mengarang. (*"/)

Selasa, 02 Juni 2020

Satu Jalan Berkhidmat, Seribu Jalan Menghadang


Judul Buku : Guru Pengangkut Air
Elegi Seorang Pengajar Honorer
Penulis        : PRIYANDONO
Editor.          : S. Jai
Penerbit.     : Pagan Press
Tebal.          : 116 hal
Ukuran.       : 13 x 20
Cetakan Pertama : Desember 2018
ISBN : 602-5934-36-0
Peresensi : MAYA HARSASI *)

Tugas mengajar dan mendidik bagi seorang guru sejatinya ditopang oleh banyak unsur. Keikhlasan, kemampuan berkomunikasi dan rasa welas terhadap anak, tidak akan berarti banyak tanpa didukung dengan penguasaan materi yang memadai. Maka, peningkatan kualitas diri menjadi harga mati untuk mengabdikan diri. Namun, pilihan cara untuk meningkatkan kualitas berbeda antara satu dengan yang lain. Ada yang lebih memilih berkhikmad dengan membersamai siswanya di kelas. Dua puluh empat jam siap untuk dihubungi untuk keperluan apapun yang berhubungan dengan mereka. 

Peningkatan pengetahuan cukuplah dengan membaca beberapa buku atau koran seadanya, yang ada di perpustakaan sekolah. Namun jangan salah, dengan mengabdikan diri sepenuhnya ini para guru ini pada hakikatnya juga sedang mempelajari sumber ilmu yang tidak ada habisnya: siswa. Karakter unik mereka menjanjikan banyak ilmu, yang mungkin lebih aplikatif jika dibandingkan paparan seminar manapun.Tentunya, apabila digali dengan cara yang benar.

Tipe kedua, berusahaberdiri di tengah. Di satu sisi berusaha membersamai siswa sebanyak yang ia mampu namun di sisi lain juga ingin menguasai ilmu-ilmu 'luar'. Jalan tengahnya, guru ini biasanya menyukai diklat-diklat online. Walaupun harus banyak tombok untuk membeli kuota internet, namun tidak perlu meninggalkan keluarga maupun siswanya.

Tipe ketiga, ya seperti yang diceritakan Priyandono dalam novel ini. Rajin ikut bimtek, seminar, dan lomba-lomba guru yang keren-keren. Ilmunya jelas banyak, kenalannya juga banyak, apalagi sangunya. Namun jangan khawatir, mereka bukan tipe yang pelit berbagi ilmu. Dekati saja, maka ilmu-ilmu antahberantah dari bimtek satu ke bimtek lain akan diturunkan kepada kita, gratis tis. Pergaulan yang luas juga membuat pandangan mereka semakin luas.Maka, berbincang dengan mereka seperti minum es kelapa muda di teriknya siang. Segar, dengan ide-ide baru yang mungkin tidak terpikirkan sebelumnya. Namun ya  itu, yang nyinyir juga banyak. Persis yang diceritakan ada dalam novel ini.

Saya memang belum pernah menjadi guru tipe ketiga ini, namun saya memahami benar tantangan yang dihadapi rekan-rekan yang memilih berkhikmad dengan jalur ini. Tipe pertama dan kedua, nampaknya memang 'aman'. Tetapi menjaga 'kewarasan' untuk membersamai anak-anak tanpa 'selingan' --saya menyebutnya begitu untuk acara guru yang keren-keren- juga bukan pekerjaan yang mudah. Belum lagi dihadapkan dengan pekerjaan administratif yang tak henti-hentinya, ditambah cicilan panci yang belum lunas...

Membaca novel ini adalah belajar memetik hikmah. Bahwa di balik 'gemerlapnya guru yang keren-keren itu, ada banyak tantangan yang menghadang. Guru biasa seperti saya, belum tentu punya ketahanan mental untuk menjalaninya. Pun juga mereka, belum tentu mampu berkhikmad seperti yang sedang kita jalani. Jalan yang kita tempuh mungkin berbeda, tetapi tujuannya sama. Maka, tebalkanlah buku ini ... Agar hikmah yang dapat dipetik semakin banyak.  

 ( MAYA HARSASI, kawan lama tinggal di Semarang Jawa Tengah)

Apa Kata Mereka tentang Buku Berbisnis dengan Tuhan

Saya tersenyum ketika membaca buku ini. Bukan menertawakan isi buku, tapi dari judulnya, telah memenuhi salah satu ‘rukun iman’ jurnalistik. Saya meyakini, penulis buku ini bukan orang biasa-biasa saja. Penulisnya tentu gemar membaca, membaca, dan membaca. Bisnis dengan Tuhan, mungkinkah? Kalau memaknai dengan kaca mata syariat, jawabnya tidak mungkin. Namun, penulis memilih judul demikian tentu berupaya mengajak kita untuk keluar dari bingkai syariat. Lalu kalau mungkin, bagaimana caranya? Sulit atau mudah? Bergantung. Relatif. Dari logika positivistik, ujung dari bisnis adalah ingin menjadi ‘kaya’. Bisnis dengan Tuhan, jawabnya sudah pasti konvergen. Dijamin bakal kaya. Hanya, arti ‘kaya’ bagi setiap orang tentu berbeda-beda. Sama dengan cara orang memandang ‘sukses’. Kita percaya, hampir tidak ada manusia yang ingin hidup miskin dan sengsara. Semua tentu ingin kaya, bahagia, dan sejahtera. Toh, pada kenyataannya, jumlah orang miskin tetap jauh lebih banyak. Apakah sulit menjadi orang kaya? Apa butuh gelar doktor atau profesor untuk bisa kaya? Apakah kita tidak bisa menjadi kaya dengan cara halal, sehingga tidak harus menjadi koruptor dulu seperti banyak di berita itu? Kaya bukanlah akhir sebuah pencapaian. Sebab, seperti sedang bermain bola bekel, pemaknaan kaya terus bergerak. Karena itu, sebelum melangkah, cari arti kaya bagi diri kita sendiri. Nah, resep untuk bisa menjadi ‘kaya’ telah ditulis dengan cukup benderang dalam buku ini. Semoga membawa kemanfaatan untuk kita semua. Amin." - M. SHOLAHUDDIN, Jawa Pos
-------------------------------------------------;

BEBERAPA dasa warsa lalu, masyarakat sangat mengagungkan kecerdasan akademik atau lebih akrab dengan IQ (intelligence quotient) sebagai penentu kesuksesan. Barangsiapa memiliki IQ tinggi, dialah yang dipercaya meraih sukses di masa depan. Ternyata, sejalan pergeseran waktu dan konsep kesuksesan, bergeserlah keyakinan masyarakat tentang apa yang berpengaruh besar pada kesuksesan: ada keserdasan emosional (emotional quotient, EQ), kecerdasan spiritual (spiritual quotient, SQ), kecerdasan emosional-spritual (emotional and spiritual quotient, ESQ) dan sebagainya.

Penulis buku ini, Sdr. Priyandono, menegaskan pentingnya “karakter relijius.” Meski tidak secara eksplisit mengatakannya, dia sangat yakin bahwa karakter relijius bisa menjadi “kata kuncinya”. Dengan menempatkan karakter sebagai kata kunci, kita bisa mengukur seberapa penting hal ini bagi kerangka pikir dalam penyusunan buku ini.

Karakter relijius sendiri merupakan salah satu karakter utama yang digarap pemerintah kita dalam Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), yang didukung dengan pembudayaan literasi. Empat karakter utama lain adalah nasionalisme, gotong royong, mandiri, dan integritas. Dalam pandangan penulis buku, karakter relijius merupakan karakter mendasar yang bersumber pada keyakinan pada Tuhan yang sangat penting untuk ditumbuhkembangkan bagi siapa saja—yang dengan sendirinya memperkuat empat karakter lain.

Tatkala orang memiliki karakter relijius kuat, amat boleh jadi dia memiliki jiwa nasionalisme kuat pula; sebab, berbagai Agama juga mewajibkan umatnya untuk membela negara. Orang berkarakter relijius kuat juga suka bergotong-royong; selain karena harus saling-mengenal, dia hakikatnya makhluk sosial yang wajib membantu orang lain. Orang berkarakter relijius juga harus mandiri—malu untuk bergantung pada orang lain; karena itu, dia akan bekerja keras, cerdas, dan ikhlas. Selain itu, orang berkarakter relijius membentuk diri sebagai manusia berintegritas. Dia memiliki konsep diri dan keyakinan diri yang kokoh berkat pengenalan diri yang paripurna.

Bagi penulis buku ini, karakter relijius sangat penting agar setiap gerak dan langkah seseorang selalu menghadirkan Tuhan. Menurutnya, tidak ada satu pun yang diraih seseorang tanpa intervensi Tuhan. Bagi orang berkarakter relijius, Tuhan senantiasa hadir di dalam dirinya: pikiran, perasaan, ucapan, sikap dan perilakunya. Inilah, menurut penulis buku, yang harus ditebarkan dan disuburkan hidupnya di ruang persemaian yang lebih luas.

Menebar virus karakter relijius, tentu, bisa beragam caranya. Dalam buku ini, penulis buku berbagi tulisannya—dengan keyakinan bahwa artikel-artikel yang ada berpotensi memiliki andil besar membentuk karakter relijius. Bahkan, dia menegaskan, buku ini dapat menuntun seseorang menjadi semakin dekat dengan Tuhan. Tentu saja, semua itu terjadi tatkala artikel ini dibaca, dipahami, dan diamalkan dengan segenap hati. Jangan percaya sekarang; bacalah dulu isinya, barulah Anda boleh bersikap.

Setidaknya terdapat 30 lebih artikel yang menarik untuk dituntaskan satu per satu—yang kebanyakan merupakan artikel reflektif dan evaluatif atas fenomena atau pengalaman hidup yang beragam. Artikel pertama, yang menjadi judul buku ini, adalah “Bisnis dengan Tuhan” yang mengisyaratkan kepada pembaca untuk hanya berbisnis atau bertransaksi dengan Tuhan. Jika kita beribadah, lakukan yang terbaik dan ikhlas, dan biarlah Tuhan “membayar” nilai pengabdian yang kita tunaikan. Demikian pun ketika kita bersedekah, beramal shalih, dan sebagainya. Artikel ini mengandung bias-bias makna yang luas, sehingga tepat rasanya jika ia jadikan judul buku ini.

Artikel-artikel lain seperti “Mencari Berkahnya, Bukan Jumlahnya”, “Rezeki Terbaik adalah Sabar”, “Padukan Kesalehan Ritual dengan Kesalehan Natural”, “Menghadirkan Tuhan di Sekolah”, dan sebagainya menawarkan pencerahan-pencerahan  yang patut dipetik hikmah dan inspirasinya. Akan lebih indah maknanya tatkala kita sebagai pembaca melakukan refleksi kritis dan evaluatif setelah membaca setiap satu artikel. Rasakan ada dialog kecil internal yang mengayakan.

Saya berharap, seluruh artikel dalam buku ini menyapa pembaca dengan telaten hingga titik terakhir. Setidaknya seperti yang saya alami, buku ini membuat saya betah membacanya—karena buku disajikan dengan bahasa egaliter, sederhana, dan mengalir. Bagi siapapun yang memburu karakter relijius—baik siswa, guru, praktisi pendidikan, maupun masyarakat umum—buku ini pantas dijadikan dalah satu koleksi bacaan yang mencerahkan.

Tentu saja, dalam kesempatan ini, saya sampaikan apresiasi kepada penulis buku ini, seseorang guru yang memang suka menulis di berbagai media massa dan jurnal ilmiah. Diterbitkannya buku ini membuktikan bahwa penulis buku ini termasuk dalam jajaran “guru penulis”, yakni guru yang profesional dan sekaligus menekuni avokasi (profesi tambahan) sebagai penulis. Mudah-mudahan Pak Pri—begitu saya sering menyapanya—istiqamah dalam berkarya dan menyandang status guru penulis.

Dengan memohon ridha Tuhan yang Maha Pemurah, saya panjatkan doa dari lubuk hati paling dalam agar virus relijius menebar luas ke segala penjuru negeri tercinta ini. Insyaallah kelak kita akan mendapati lebih banyak manusia Indonesia yang kuat karakter relijiusnya. Akhirnya, selamat membaca dengan segenap hati, dan selamat memetik mutiara hikmah dan inspirasi. (Much. Khoiri *)

*Artikel ini adalah kata pengantar untuk buku Priyandono berjudul “Berbisnis dengan Tuhan” (Jakarta, Elex Media Komputindo, 2018).

*) Much. Khoiri kini dosen, editor, trainer, penggerak literasi, dan penulis buku dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa). Alumnus International Writing Program di University of Iowa (1993) dan Summer Institute in American Studies di Chinese University of Hong Kong (1996). Ia masuk dalam buku 50 Tokoh Inspiratif Alumni Unesa (2014). Pernah jadi Redaktur Pelaksana jurnal Kalimas dan Jurnal Sastra dan Seni. Ia menghidupkan beberapa komunitas penulis dan Ngaji Sastra. Karya-karyanya (fiksi dan nonfiksi) dimuat di berbagai media cetak, jurnal, dan online—baik dalam dan luar negeri. Ia telah menerbitkan 42 judul buku tentang budaya, sastra, dan menulis kreatif—baik mandiri maupun antologi. Buku larisnya: Jejak Budaya Meretas Peradaban (2014), Rahasia TOP Menulis (2014), Pagi Pegawai Petang Pengarang (2015), Write or Die: Jangan Mati sebelum Menulis Buku (2017), Virus Emcho: Berbagi Epidemi Inspirasi (2017), Writing Is Selling (2018), Virus Emcho Melintas Batas Ruang Waktu (2020), dan SOS Sapa Ora Sibuk: Menulis dalam Kesibukan, Edisi Revisi (2020).

RAHASIA MENULIS PUISI

Menulis puisi merupakan aktivitas yang eksklusif. Sebab hal itu menjadi ranah personal. Puisi menjadi perantara penyair dengan sesuatu di luar penyair. Larik larik katanya seolah memiliki ruh, sehingga bisa menghidupkan rasa cinta. Cinta kepada Alloh. Cinta kepada Rasululloh. Cinta kepada orang tua. Cinta kepada Istri dan anak. Cinta kepada orang lain. Dan cinta kepada makhluk lainnya.

"Tulislah A untuk menyatakan B. Tersebab itu, maka perlu metafora. Itulah rahasia utama menulis puisi," kata penyair gaek Sam Mukhtar Chaniago Sabtu (30)5) di kediamannya  Depok Jawa Barat

Rahasia kecilnya, lanjut Sam -sapaan akrabnya- masukkan perasaan kita. Karena puisi itu main rasa.  Pilih kata-kata yang mengarah ke "rasa" yang kita inginkan. Misalnya, rasa takut, benci, sayang, sedih, prihatin, menyebalkan, muak, suka, tak nyaman, galau, menyenangkan.

Penulis antologi puisi Derai Suara Ranting itu lalu memberi contoh.  Rasa menyebalkan, misalnya.  Ambillah kata-kata yang mengarah ke sana. Gunakan metafora kopi: pahit, tak manis, ada rasa onak, ada rasa duri, menyengat, gelap, pekat,  remang-remang, gamang, dan lain lain. Tujuan yg ingin dicapai gunakan metafora cahaya, rinduMu, rengkuhanNya

Rasa yang kita bangun harus mampu menyentuh pembaca. Agar pembaca juga merasakan yang kita rasakan. Kalau bisa buat kejutan yang bisa membuat pembaca terhentak pada baris terakhir.
Kejutan biasanya di akhir bait atau baris. "Aku dalam setiap elahan nafasku, selalu menatap rinduMu. Ini kejutan. RinduMu. Rindu Alloh," imbuhnya

Puisi ada yang bernilai sastra, ada juga puisi yang tidak bernilai sastra. Syarat puisi yang bernilai sastra ada 2: Menyenangkan dan bermanfaat.

Puisi yang tidak bernilai sastra, bentuknya saja yang seperti untaian puisi, berbait-bait serta ada baris-baris kalimatnya. Kata-katanya indah, mungkin juga menyenangkan,  tapi tidak mampu membuat pembaca memetik atau menyentuh rasanya. Tidak bisa membangun rasanya, membentuk pribadinya, bahkan karakternya. (**/)

PUISI PUISI PRIYANDONO

(i) Sajak Guru Kita

Guru laksana petani. hanya menanam benih-benih cinta di persada.
hanya merawat tetanaman  di belantara maya pada. tak sanggup memaksa segala rupa tetanaman berbunga indah mekar berbuah. Guru tak kan mungkin mencipta takdir takdir manusia kecilnya.
Mereka tumbuh kembang dengan langkah dan jalannya sendiri.
meski kadang manusia kecil itu kelak menemukan jalan yg terjal  yaitu jalan jalan  yang tak disukainya.


(ii) Menjemput Malam

ada yang tak biasa, pagi melesat pergi bersama butiran butiran kabut
lengkung cakrawala di ufuk timur tak meninggal rona merah
bocah-bocah itu kembali berjibaku melawan waktu, memikul matahari
kadang diletakkan di pundak kirinya
sesekali di pundak kanannya
sorot matanya bagai kilatan halilintar
menyambar asa yang bergelantungan di antara lengkung dedaunan
bocah-bocah itu tetap memilih pulang meski kedua pundaknya penuh bercak berwarna merah kehitaman
menjemput malam yang bertabur mawar berhias mimpi-mimpi nan indah
menjaga asa diantara kelap kelip cahaya bintang


(iii) Halimun

laksana halimun
merangsek dari kaki ke atas bukit
aku tak mengerti seperti apa akhir perjalanan ini, tapi yang ada di dalam mimpi tak akan kubiarkan

laksana halimun
yang tak tertembus cahaya
aku tak mengerti seperti apa takdirku, tapi, sepotong roti itu tak akan kubeli dengan menjual harga diri

laksana halimun
yang selalu bergerak bersama-sama
aku tak mengerti akan di bawa ke mana tunas tunas ini, tapi aku tak mau menggigil dalam dingin kabutmu


(iv) Masih ada......
Masih ada yang taat pada pimpinan
daripada kebenaran
Masih ada yang tunduk pada kenyataan
daripada membuat perubahan
Masih ada yang memilih menjadi budak asalkan kenyang
daripada lapar mempertahankan idealisme
Masih ada yang suka ''menjahitkan"
daripada menganyam sendiri
Masih ada yang setia pada tugas
daripada memenuhi panggilan jiwa
Masih ada yang suka makan roti tapi mimpi
daripada makan ketela tapi nyata
Masih ada yang hidup dalam mimpi
daripada mimpi dalam hidup
Masih ada...........

(v) Tentang  Batas itu.

Sejak dulu batas itu ada.
Batas tidak akan bisa dilampaui, kecuali oleh tsunami dan puting beliung.
Kita seharusnya menciptakan batasan, bukan kebebasan.
Kita harus bisa menahan diri agar tak melewati  batas.
Kita wajib tahu batas, bukan menggoda dan merayu batas agar bisa bebas.
Alam ini kalam bersambung.
Tugas kita bukan kebebasan, tapi keterbatasan
Kewajiban kita tahu batas, bukan bebas bicara, bukan demokrasi, karena semua ada batasnya


(vi) Sajak Kawan Kita -1
kawan
kabarkan pada deburan ombak 
bulan di ujung petang luka teriris
malam pun gelap menangis.

kawan
sampaikan pada bulan dan gemintang
aku tidak takut mencapai gelap
untuk mendapatkan terang di hatimu

kawan
kabarkan pada ombak yang mengalun
luka di dadaku bertambah parah
aku dan malam semakin resah

kawan
sampaikan pada bulan di matanya
aku rela kehilangan permata
untuk dapatkan mentari pagiku

kawan
kabarkan pada riak ombaknya
luka di hatiku semakin pedih perih
ketika malam hening menjelma sepi tak bertepi

kawan
sampaikan pada bulan di ujung malam
aku kan mengubah pedih sepiku
menjadi senyum di matanya.


(vii) Sajak Kawan Kita -2

kawan
sampaikan pada temaram malam
kala bulan (yang tertembus peluru) bersembunyi di sebatang lalang
jauh itu, kala bintang
tidak saling tegur sapa, kala keduanya
saling memunggungi, kala
kata kata tidak lagi berdenyut,
kala itu kopi panas tidak lagi mampu mengepulkan harum malamnya                                              
mengapa engkau enggan segera menyapanya?.

Bakul Jamu Gendong dan Tukang Rambutan

Ini cerita bakul jamu gendong kepada tukang becak, suaminya// "Pak ne, siang tadi panas matahari menyengat sekali//arak arakan mahasiswa pengunjuk rasa itu berteriak-teriak ke arahku: "hidup reformasi, hidup kekuatan rakyat!" kata mereka sambil mengepalkan tanganku//Aku membalasnya: "hidup reformasi, hidup mahasiswa!," kataku

Itu adalah penggalan "Sajak Bakul Jamu Gendong" yang ditulis Sam Mukhtar Chaniago. Latar puisi tersebut adalah peristiwa 1998. Penyair yang juga dosen Universitas Negeri Jakarta itu memotret aksi demonstrasi mahasiswa yang menuntut reformasi ke dalam larik-larik kata yang sarat kritik sosial.

Keyakinan yang kuat dari para mahasiswa pengunjuk rasa menyampaikan agenda reformasi dibalut dengan semangat kebersamaan yang luar biasa. Tanpa kebersamaan masyarakat madani yang dicita-citakan tidak akan bisa terwujud. Hal ini tergambar dari penggalan berikutnya:
"Tiba-tiba Pak Ne, salah seorang mahasiswi menghampiriku, dia menyalamiku, bahkan mencium tangan tuaku, sambil mengangkat tanganku, dia berkata: "kawan kawan seperjuangan, lewat tangan rakyat inilah bangsa ini kuat, lewat tangan inilah bangsa ini sehat!"

KKN membuat orang mati sajroning urip. Para mahasiswa yang hendak menyelamatkan bangsa ini dari KKN harus didukung. Siapa pun harus memberikan andil meskipun sewaktu-waktu bahaya mengancam jiwa. Semangat ini ada dalam penggalan berikut:
"kemudian pak ne,// aku tawarkan pada mereka minuman jamu yang kubuat// mereka dengan senang hati dan tanpa ragu meminumnya//falam seketika bungkus bungkus plaatik itu habis//dengan tulus dan ikhlas aku katakan pada mereka: "tak usah dibayar nak! itulah yang dapat nenek sumbangkan untuk perjuangan kalian!"
*************

Sebelumnya,  tahun 1966 Taufik Ismail pernah menulis puisi "Seorang Tukang Rambutan pada Istrinya". Ada kemiripan pada makna dan suasananya. Latarnya saja yang berbeda. Seorang Tukang Rambutan pada Istrinya, berlatar peristiwa tritura, menceritakan demonstrasi mahasiswa menuntut penurunan harga harga barang. Daya beli masyarakat tidak menjangkau. Harga barang tinggi, sementara uang sedikit yang beredar.

Lepas dari makna dan suasana puisi.  Dalam berkarya, tidak menutup kemungkinan seseorang terinspirasi dari karya seseorang. Model puisi Taufik Ismail dan Sam Mukhtar Chaniago disebut puisi balada. Tentu agak berbeda penggarapannya dengan puisi pada umumnya

Selain kedua penyair di atas, ada juga penyair yang dikenal sebagai penulis puisi balada. WS. Rendra, misalnya. Dia juga dikenal sebagai penyair pamflet. Karena puisi puisinya yang mengandung kritik sosial banyak dibuat dalam bentuk puisi pamflet.

Puisi pamflet Rendra terkumpul dalam buku puisi "Pamflet dalam Pembangunan". Selain itu, puisi balada Rendra juga terkumpul dalam buku "Balada orang orang terkenal" dan "Balada sepatu tua" (**/Pri Ethek)

Senin, 04 Mei 2020

KEMATIAN ADALAH KAWAN SEJATI

"Kematian adalah kawan sejati. Di saat semua menjauh, dia justru semakin mendekat dan pasti," kata Candra Malik

Setiap mendengar kata pulang siapapun pasti senang. Anak anak sekolah ketika lonceng berbunyi tanda pelajaran berakhir pasti senang. Karena sebentar lagi pulang ke rumahnya masing masing. Berbagai alasan dikemukan. Ada yang beralasan karena kangen ingin segera pingin ketemu ayahnya karena sudah seminggu ditinggal dinas ke luar kota. Ada juga yang berdalih karena lapar karena berangkat sekolah tadi tergesa-gesa sehingga tidak sempat sarapan.

Akhir pekan adalah waktu yang paling disukai oleh pegawai yang sedang dinas ke luar kota. Karena mereka akan segera pulang setelah seminggu meninggalkan keluarganya. Bermacam macam alasan disampaikan. Ada yang rindu ingin segera bertemu istrinya. Maklum karena pengantin baru. Ada juga yang pingin segera ketemu anaknya yang masih semata wayang.

Jika anak anak sekolah pulang ke rumahnya masing masing senang. Pegawai yang dinas ke luar kota, pulang bertemu keluarga di rumah juga senang. Orang-orang yang ada di perantauan pulang ke kampung halamannya senang.   Lantas mengapa saat ditanya kapan pulang kepada Allah  semua pada takut. 
Jujur, semua pasti takut.  Padahal, di dunia ini tidak ada yang semakin dekat dan pasti, kecuali pulang ke Rahmatullah atau kematian. 

Mati itu pantas. Anak anak mati, pantas. Pemuda mati pun, pantas. Orang tua mati, juga pantas. Dan syarat-syarat mati tidak harus sakit. Pagi tampak kelihatan sehat. Sore dikabarkan meninggal juga ada. Sore mengeluh kepalanya sakit, malam diumumkan di masjid meninggal juga ada.

Kematian tidak bisa ditakuti juga tidak bisa minta. Takut seperti apapun kalau Allah emngutus malaikat Izroil menyabut nyawanya ya tetap meninggal. Pemberani seperti apapun, kemudian minta supaya mati kalau Allah belum mengutus malaikat pencabut nyawa melaksanakan tugas ya tidak bisa mati.
Kalau dikaji lebih mendalam, Penyebab utama manusia takut kematian adalah sikap hubuddunia. Sikap cinta kepada dunia yang berlebihan telah mengakibatkan erosi keimananan. Keindahan dunia telah membuat manusia silau dan menjauh dari Allah SWT. Kecintaan terhadap hal-hal yang bersifat duniawi menggeser pola pikir manusia ke arah sekuler. Semua yang ada di dunia ingin dikuasai. Dengan cara apapun. Yang kuat tanpa rasa iba sedikit pun menginjak-injak hak mereka yang lemah. Tidak hanya itu, amanah yang dititipkan, menjaga alam beserta seluruh isinya juga digagahi. Padahal semua itu adalah tipu daya dunia. Mereka lupa bahwa kehidupan dunia adalah kesenangan yang memperdayakan. Illa mata’ul ghuruuri

Sikap Hubuddunia mengakibatkan manusia menjadi budak dunia. Orang yang cinta terhadap harta bendanya pasti takut kekayaannya berkurang atau hilang. Karena itu mereka melakukan proteksi serta penjagaan yang ketat. Orang yang cinta pada jabatannya juga pasti takut kehilangan jabatannya. Karena itu mereka melakukan pendekatan-pendekatan terhadap pimpinan untuk melanggengkan jabatannya. Pemuda yang cinta terhadap kekasihnya, so pasti takut diputus pacarnya. Karena itu mereka akan melakukan apa saja yang agar kekasihnya tidak marah.
Kalau manusia mengaku cinta kepada Tuhan, seharusnya mereka melakukan sesuatu yang disukai Tuhan dan meninggalkan hal-hal yang dilarang Tuhan. Hubuddunia merupakan perwujudan sikap manusia yang sombong kepada Tuhan. Jika tidak ingin dijadikan budak dunia serta terhindar dari hubuddunia manusia harus sombong pada dunia.

Emha Ainun Nadjib dalam Agus Nur Cahyo (2016:205) mengatakan,”Saya memang sombong. Harus itu ! Sombong kepada dunia itu wajib hukumnya. Yang tidak boleh sombong itu sombong kepada Tuhan. Tetapi kepada dunia, popularitas, semua yang ada di dunia, harus sombong. Kepada uang, harta benda, harus sombong. Kalau tidak, Anda hanya jadi budak dunia”.

Hari ini, besok, lusa atau kapan pun manusia pasti pulang (baca:mati). Kapan saja manusia pasti pulang. Karena itu sikap hubuddunia harus dikubur dalam dalam. Kita manfaatkan setiap hembusan nafas ini untuk melakukan perbuatan yang dikehendaki Tuhan. Detik detik umur kita gunakan untuk mengais amal perbuatan yang baik. Dan sisa umur ini kita manfaatkan untuk berburu bekal agar perjalanan pulang menuju rumah yang abadi selamat. Keluarga kita di surga sedang menunggu, kapan kita pulang. Semoga Tuhan senantiasa menuntun kita dalam perjalanan pulang. (*/)

SEORANG GURU TEWAS SETELAH MENDENGAR HOAKS

Siapa yang tak kenal Drona. Ia adalah guru Pandawa dan Kurawa. Saat perang Mahabharata meletus Drona memimpin pasukan Kurawa setelah Bhisma tak mampu lagi dan akhirnya tewas. Drona mendapaykan ilmu peperangan dari huru Parasurama.

Siapakah Drona itu? Ia anak pendeta Bharadwaja dari hasil.perselingkuhannya dengan bidadari. Namun ia tidak pernah sedetik pun berada dalam rahim bidadari itu. Dikisahkan, saat hendak menyucikan diri ke  sungai Gangga, Ia melihat bidadari yang sangat cantik. Seketika itu ia merangsang. Syahwatnya tak mampu dikendalikan. Lalu mengeluarkan air mani yang banyak sekali. Agar tidak berceceran, sang pendeta itu mengatur air maninya dan menampungnya di dalam tong (droon). Dari droon itulah Drona lahir.

Ia tumbuh di tengah kemiskinan. Namun, keadaan yang sulit itu tidak menghalanginya untuk belajar. Masa mudanya dihabiskan bersama sahabat karibnya Drupada. Makan sepiring berdua. Tidur sebantal. Rokok sebatang diisap berdua. Yang jelas susah senang dinikmati berdua.

Suatu ketika, saat keduanya bersama sama berteduh di bawah pohon di tepi bengawan, Drupada berjanji, "nanti kalau saya menjadi raja Panchala, separo kerajaan akan aku berikan kepadamu, wahai sahabatku" janjinya sambil menggandeng tangan Drona. Lalu pulang.

KEMEWAHAN YANG MEMBUTAKAN
Malam pergi begitu cepat. Fajar datang dengan muka tak bersahabat. Lengkung cakrawala di ufuk timur tak menyisakan rona merah. Pagi takut, lalu melesat pergi bersama halimun menuju kaki bukit.

Drona belum beranjak dari rumah. Kakinya seperti tidak bisa digerakkan melihat anak satu satunya Aswatama menagis dalam gendongan Mamanya, Krepi. Tangis Aswatama semakin menjadi-jadi. Sepertinya ia merindukan air susu. Kemiskinan yang melilit keluarga Drona membuat Krepi hanya bisa memberikan air yang dicampur tepung sebagai penggganti susu formula.

Drona bertekad mengakhiri kemiskinan ini. Pundaknya sudah tidak mampu lagi menyangga air mata Krepi dan Aswatama. Di tengah kekalutan, Drona ingat sahabat sepermainannya, Drupada yang sukses menjadi raja di Panchala. Dulu, Drupada pernah berjanji akan memberikan separo kerajaannya kepada Drona.

Drona pamit pada Krepi akan menemui Drupada. "Kau yang sabar ya Krep. Saya akan menagih janji Drupada. Jaga baik baik anak kita, Aswatama," pesannya sambil mengelus rambut Krepi.

Drona memesan ojek online. Namun sayang sekali saat membuka aplikasi, tidak bisa. Karena data internetnya habis. Dimasukkan kembali HP-nya di saku celana. Dia memutuskan naik sepeda pancal. Baru beranjak dari pintu rumah, token listrik berbunyi. Drona lalu menatap Krepi yang tengah menggendong Aswatama. "Sudahlah....berangkat saja. Biar nanti saya beli token pakai OVO," kata Krepi.

Druno berangkat naik sepeda pancal. Ia mengayuh menyusuri pekat dengan sepeda pemberian kakak iparnya Krepa -guru di Hastinapura. Setelah menempuh perjalanan hampir tiga jam, Drona sampai di Panchala. Dengan keringat yang membentuk seperti kanal di tubuhnya, ia menghadap Drupada.

Drona inginnya reuni tipis topis setelah beberapa tahun bertemu. Namun apa yang terjadi. Drupada berubah 360 derajat. Tidak humble lagi. Raja Panchala itu dibutakan oleh kemewahan dan kekuasaan yang melingkupinya. Nilai nilai luhur persabatan terkubur oleh kesombongan dan keangkuhan. Drupada menghina dan merendahkan Drona. Ia mengaku malu mempunyai kawan seperti Drona yang compang camping itu. "Persahabatan hanya terjadi antara dua orang yang mmemiliki taraf hidup yang sama,"ejeknya.

Dengan kalimat yang menohok Drupada mengingatkan Drona agar tidak mengaku sebagai sahabatnya. "Kalau minta, minta sajalah. Tidak usah mengaku-aku sebagai.sahabat," ujarnya dengan muka sinis.

Melihat kenyataan yang tidak pernah terpikirkan itu, Drona tidak bisa berkata apa apa. Dalam hatinya berbisik akan melakukan revance. Ia membisu meninggalkan Drupada.

TEWAS KARENA HOAKS
Perang dahsyat di medan Khurusetra memasuki hari ke-13, Kresna menyusun strategi melumpuhkan pasukan sata Kurawa yang dipimpin Drona. Kresna memberi isyarat pada Yudistira bahwa Drona akan luimpuh, taK berdaya lalu menyerah apabila Aswatama - putra kesayangannya gugur di medan Kuru.

Di tengah keramaian, Bima berteriak Aswatama gugur setelah ia membunuh seekor gajah bernama Aswatama Hatha Kunjara. Frase "Hatha Kunjara" yang menerangkan bahwa seekor gajah telah mati, tidak terdengar karena kegaduhan bunyi genderang dan terompet atas perintah Kresna. Sehingga yang terdengar hanya Aswatama gugur.

Drona kemudian mendekat pada Yudhistira untuk memastikan kabar dari Werkudara. "Ya Aswatama gugur," jawab putra pertama Pandawa

Episode Mahabharata di atas seolah menjadi pembenar bahwa hoaks (berita bohong) itu sangat mematikan. Ia laksana racun ular kobra. Setiap kemenangan selalu dibangun dengan cara-cara yang culas, Tanpa berfikir panjang fitnah (hoax) ditebarkan sehingga membuat lawan-lawannya tewas secara perlahan-lahan.

Di era revolusi 4.0 hoaks laksana senjata biologis. Saat virus hoax ditiupkan lawan-lawanya dipastikan klepek-klepek seperti ikan mujaer kehabisan air. Setiap pertarungan, kompetisi, kontestasi, bondan,sampai persaingan bisnis, tidak bisa lepas dari hoaks.

Perang melawan hoaks adalah niscaya agar kemenangan yang diraih tanpa harus merendah pihak lain. Digdaya tanpa aji,sugih tanpa bandha, nglurug tanpa bala, menang tanpa ngasorake. Hoaks no, integritas yes, guyub rukun koncoan selawase oke.

Sabtu, 02 Mei 2020

Dialog Imajiner dengan Kihajar Dewantara

Ki, saat saya berada di tempat peristirahatanmu. Di tempat yang suatu saat orang- orang juga akan menjadi bagian dari batu nisan - batu nisan itu, aku semakin jelas melihat baktimu. Kau tak kenal lelah. Setiap tetes keringatmu demi  mencerdaskan anak- anak bangsa.

Ki, di tempat tidur panjangmu bersama dengan bunga bangsa yang lain, aku tertunduk haru lalu mengheningkan cipta.  Mengingat jasa - jasamu mengangkat derajat negeri ini.

Aku merindukan sosok sepertimu Ki. Sosok yang ing ngarsa sing tuladha, ingat madya mangun karsa, Tutwuri Handayani. 

Saat ini mencari sosok seperti itu sangat susah Ki. Seperti mencari jarum yang jatuh di tengah hijau rerumputan. Yang banyak justru malah ing ngarsa ngumbar angkara. Ing madya  numpuk harta (mengumpulkan harta). Tutwuri melu ngadhahi.

Yang berada di depan tidak memberikan teladan yang baik. Sewenang-wenang. Adigang adigung adiguna. Kasih sayang yang diberikan Tuhan dibiarkan begitu saja. Yang kuat tanpa belas kasihan mengangkangi hak hak wong cilik.

Yang di tengah tidak memberikan dorongan positif. Bekerja dan berkarya lebih baik. Tapi diam diam malah mengumpulkan pundi pundi kekayaan. Amanah yang diberikan Tuhan dikhianati, apapun uang ada di sekitanya dilahap. Persis seperti api yang berkobar.

Sementara yang di belangkang tidak mau tutwuri handayani. Justru malah nyrimpeti. Diam-diam malah melu ngadahi. Ikut menerima dum duman. Kalau tidak dapat bagian atau bagiannya kurang, berteriak seperti harimau kelaparan. Nanti kalau sudah bagiannya cukup, diam. Anteng. Seperti harimau yang sedang tidur. Bahkan suatu saat harimau itu tidak hanya makan daging tapi juga doyan tahu.

Mereka pada bertengkar dengan kawannya sendiri Ki. Saling asih asah asuh yang dulu kau ajarkan semakin terpinggirkan. Yang dilakukan masih sebatas artifisial. Seolah-olah memperjuangkan ternyata memanfaatkan. Seolah-olah mengajak ternyata mendepak. Seolah-olah merangkul ternyata memukul. Seolah-olah berbagi ternyata korupsi.

Untukmu Suwardi Suryaningrat segala hormat kupersembahkan. Segenap  cinta kuhaturkan. Sejumlah doa doa  terbaik kupanjatkan. Maafkan karena telah mengganggu tidur panjangmu.

Selamat hari pendidikan nasional 2020. Semoga lewat pendidikan lahir pribadi pribadi yang deawasa dan berkarakter. Pribadi pribadi yang paham benar perjalanan sejarah bangsanya. Bukan penjahat penjahat yang cerdas.

Tetap semangat di tengah pandemi covid-19. Berkarya meraih berkah di tengah wabah. (**/)