Menulis puisi merupakan aktivitas yang eksklusif. Sebab hal itu menjadi ranah personal. Puisi menjadi perantara penyair dengan sesuatu di luar penyair. Larik larik katanya seolah memiliki ruh, sehingga bisa menghidupkan rasa cinta. Cinta kepada Alloh. Cinta kepada Rasululloh. Cinta kepada orang tua. Cinta kepada Istri dan anak. Cinta kepada orang lain. Dan cinta kepada makhluk lainnya.
"Tulislah A untuk menyatakan B. Tersebab itu, maka perlu metafora. Itulah rahasia utama menulis puisi," kata penyair gaek Sam Mukhtar Chaniago Sabtu (30)5) di kediamannya Depok Jawa Barat
Rahasia kecilnya, lanjut Sam -sapaan akrabnya- masukkan perasaan kita. Karena puisi itu main rasa. Pilih kata-kata yang mengarah ke "rasa" yang kita inginkan. Misalnya, rasa takut, benci, sayang, sedih, prihatin, menyebalkan, muak, suka, tak nyaman, galau, menyenangkan.
Penulis antologi puisi Derai Suara Ranting itu lalu memberi contoh. Rasa menyebalkan, misalnya. Ambillah kata-kata yang mengarah ke sana. Gunakan metafora kopi: pahit, tak manis, ada rasa onak, ada rasa duri, menyengat, gelap, pekat, remang-remang, gamang, dan lain lain. Tujuan yg ingin dicapai gunakan metafora cahaya, rinduMu, rengkuhanNya
Rasa yang kita bangun harus mampu menyentuh pembaca. Agar pembaca juga merasakan yang kita rasakan. Kalau bisa buat kejutan yang bisa membuat pembaca terhentak pada baris terakhir.
Kejutan biasanya di akhir bait atau baris. "Aku dalam setiap elahan nafasku, selalu menatap rinduMu. Ini kejutan. RinduMu. Rindu Alloh," imbuhnya
Puisi ada yang bernilai sastra, ada juga puisi yang tidak bernilai sastra. Syarat puisi yang bernilai sastra ada 2: Menyenangkan dan bermanfaat.
Puisi yang tidak bernilai sastra, bentuknya saja yang seperti untaian puisi, berbait-bait serta ada baris-baris kalimatnya. Kata-katanya indah, mungkin juga menyenangkan, tapi tidak mampu membuat pembaca memetik atau menyentuh rasanya. Tidak bisa membangun rasanya, membentuk pribadinya, bahkan karakternya. (**/)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar