(i) Sajak Guru Kita
Guru laksana petani. hanya menanam benih-benih cinta di persada.
hanya merawat tetanaman di belantara maya pada. tak sanggup memaksa segala rupa tetanaman berbunga indah mekar berbuah. Guru tak kan mungkin mencipta takdir takdir manusia kecilnya.
Mereka tumbuh kembang dengan langkah dan jalannya sendiri.
meski kadang manusia kecil itu kelak menemukan jalan yg terjal yaitu jalan jalan yang tak disukainya.
(ii) Menjemput Malam
ada yang tak biasa, pagi melesat pergi bersama butiran butiran kabut
lengkung cakrawala di ufuk timur tak meninggal rona merah
bocah-bocah itu kembali berjibaku melawan waktu, memikul matahari
kadang diletakkan di pundak kirinya
sesekali di pundak kanannya
sorot matanya bagai kilatan halilintar
menyambar asa yang bergelantungan di antara lengkung dedaunan
bocah-bocah itu tetap memilih pulang meski kedua pundaknya penuh bercak berwarna merah kehitaman
menjemput malam yang bertabur mawar berhias mimpi-mimpi nan indah
menjaga asa diantara kelap kelip cahaya bintang
Guru laksana petani. hanya menanam benih-benih cinta di persada.
hanya merawat tetanaman di belantara maya pada. tak sanggup memaksa segala rupa tetanaman berbunga indah mekar berbuah. Guru tak kan mungkin mencipta takdir takdir manusia kecilnya.
Mereka tumbuh kembang dengan langkah dan jalannya sendiri.
meski kadang manusia kecil itu kelak menemukan jalan yg terjal yaitu jalan jalan yang tak disukainya.
(ii) Menjemput Malam
ada yang tak biasa, pagi melesat pergi bersama butiran butiran kabut
lengkung cakrawala di ufuk timur tak meninggal rona merah
bocah-bocah itu kembali berjibaku melawan waktu, memikul matahari
kadang diletakkan di pundak kirinya
sesekali di pundak kanannya
sorot matanya bagai kilatan halilintar
menyambar asa yang bergelantungan di antara lengkung dedaunan
bocah-bocah itu tetap memilih pulang meski kedua pundaknya penuh bercak berwarna merah kehitaman
menjemput malam yang bertabur mawar berhias mimpi-mimpi nan indah
menjaga asa diantara kelap kelip cahaya bintang
(iii) Halimun
laksana halimun
merangsek dari kaki ke atas bukit
aku tak mengerti seperti apa akhir perjalanan ini, tapi yang ada di dalam mimpi tak akan kubiarkan
laksana halimun
yang tak tertembus cahaya
aku tak mengerti seperti apa takdirku, tapi, sepotong roti itu tak akan kubeli dengan menjual harga diri
laksana halimun
yang selalu bergerak bersama-sama
aku tak mengerti akan di bawa ke mana tunas tunas ini, tapi aku tak mau menggigil dalam dingin kabutmu
(iv) Masih ada......
Masih ada yang taat pada pimpinan
daripada kebenaran
Masih ada yang tunduk pada kenyataan
daripada membuat perubahan
Masih ada yang memilih menjadi budak asalkan kenyang
daripada lapar mempertahankan idealisme
Masih ada yang suka ''menjahitkan"
daripada menganyam sendiri
Masih ada yang setia pada tugas
daripada memenuhi panggilan jiwa
Masih ada yang suka makan roti tapi mimpi
daripada makan ketela tapi nyata
Masih ada yang hidup dalam mimpi
daripada mimpi dalam hidup
Masih ada...........
daripada kebenaran
Masih ada yang tunduk pada kenyataan
daripada membuat perubahan
Masih ada yang memilih menjadi budak asalkan kenyang
daripada lapar mempertahankan idealisme
Masih ada yang suka ''menjahitkan"
daripada menganyam sendiri
Masih ada yang setia pada tugas
daripada memenuhi panggilan jiwa
Masih ada yang suka makan roti tapi mimpi
daripada makan ketela tapi nyata
Masih ada yang hidup dalam mimpi
daripada mimpi dalam hidup
Masih ada...........
(v) Tentang Batas itu.
Sejak dulu batas itu ada.
Batas tidak akan bisa dilampaui, kecuali oleh tsunami dan puting beliung.
Kita seharusnya menciptakan batasan, bukan kebebasan.
Kita harus bisa menahan diri agar tak melewati batas.
Kita wajib tahu batas, bukan menggoda dan merayu batas agar bisa bebas.
Alam ini kalam bersambung.
Tugas kita bukan kebebasan, tapi keterbatasan
Kewajiban kita tahu batas, bukan bebas bicara, bukan demokrasi, karena semua ada batasnya
(vi) Sajak Kawan Kita -1
kawan
kabarkan pada deburan ombak
bulan di ujung petang luka teriris
malam pun gelap menangis.
kawan
sampaikan pada bulan dan gemintang
aku tidak takut mencapai gelap
untuk mendapatkan terang di hatimu
kawan
kabarkan pada ombak yang mengalun
luka di dadaku bertambah parah
aku dan malam semakin resah
kawan
sampaikan pada bulan di matanya
aku rela kehilangan permata
untuk dapatkan mentari pagiku
kawan
kabarkan pada riak ombaknya
luka di hatiku semakin pedih perih
ketika malam hening menjelma sepi tak bertepi
kawan
sampaikan pada bulan di ujung malam
aku kan mengubah pedih sepiku
menjadi senyum di matanya.
(vii) Sajak Kawan Kita -2
kawan
sampaikan pada bulan dan gemintang
aku tidak takut mencapai gelap
untuk mendapatkan terang di hatimu
kawan
kabarkan pada ombak yang mengalun
luka di dadaku bertambah parah
aku dan malam semakin resah
kawan
sampaikan pada bulan di matanya
aku rela kehilangan permata
untuk dapatkan mentari pagiku
kawan
kabarkan pada riak ombaknya
luka di hatiku semakin pedih perih
ketika malam hening menjelma sepi tak bertepi
kawan
sampaikan pada bulan di ujung malam
aku kan mengubah pedih sepiku
menjadi senyum di matanya.
(vii) Sajak Kawan Kita -2
kawan
sampaikan pada temaram malam
kala bulan (yang tertembus peluru) bersembunyi di sebatang lalang
jauh itu, kala bintang
tidak saling tegur sapa, kala keduanya
saling memunggungi, kala
kata kata tidak lagi berdenyut,
kala itu kopi panas tidak lagi mampu mengepulkan harum malamnya
mengapa engkau enggan segera menyapanya?.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar