Ini cerita bakul jamu gendong kepada tukang becak, suaminya// "Pak ne, siang tadi panas matahari menyengat sekali//arak arakan mahasiswa pengunjuk rasa itu berteriak-teriak ke arahku: "hidup reformasi, hidup kekuatan rakyat!" kata mereka sambil mengepalkan tanganku//Aku membalasnya: "hidup reformasi, hidup mahasiswa!," kataku
Itu adalah penggalan "Sajak Bakul Jamu Gendong" yang ditulis Sam Mukhtar Chaniago. Latar puisi tersebut adalah peristiwa 1998. Penyair yang juga dosen Universitas Negeri Jakarta itu memotret aksi demonstrasi mahasiswa yang menuntut reformasi ke dalam larik-larik kata yang sarat kritik sosial.
Keyakinan yang kuat dari para mahasiswa pengunjuk rasa menyampaikan agenda reformasi dibalut dengan semangat kebersamaan yang luar biasa. Tanpa kebersamaan masyarakat madani yang dicita-citakan tidak akan bisa terwujud. Hal ini tergambar dari penggalan berikutnya:
"Tiba-tiba Pak Ne, salah seorang mahasiswi menghampiriku, dia menyalamiku, bahkan mencium tangan tuaku, sambil mengangkat tanganku, dia berkata: "kawan kawan seperjuangan, lewat tangan rakyat inilah bangsa ini kuat, lewat tangan inilah bangsa ini sehat!"
KKN membuat orang mati sajroning urip. Para mahasiswa yang hendak menyelamatkan bangsa ini dari KKN harus didukung. Siapa pun harus memberikan andil meskipun sewaktu-waktu bahaya mengancam jiwa. Semangat ini ada dalam penggalan berikut:
"kemudian pak ne,// aku tawarkan pada mereka minuman jamu yang kubuat// mereka dengan senang hati dan tanpa ragu meminumnya//falam seketika bungkus bungkus plaatik itu habis//dengan tulus dan ikhlas aku katakan pada mereka: "tak usah dibayar nak! itulah yang dapat nenek sumbangkan untuk perjuangan kalian!"
*************
Sebelumnya, tahun 1966 Taufik Ismail pernah menulis puisi "Seorang Tukang Rambutan pada Istrinya". Ada kemiripan pada makna dan suasananya. Latarnya saja yang berbeda. Seorang Tukang Rambutan pada Istrinya, berlatar peristiwa tritura, menceritakan demonstrasi mahasiswa menuntut penurunan harga harga barang. Daya beli masyarakat tidak menjangkau. Harga barang tinggi, sementara uang sedikit yang beredar.
Lepas dari makna dan suasana puisi. Dalam berkarya, tidak menutup kemungkinan seseorang terinspirasi dari karya seseorang. Model puisi Taufik Ismail dan Sam Mukhtar Chaniago disebut puisi balada. Tentu agak berbeda penggarapannya dengan puisi pada umumnya
Selain kedua penyair di atas, ada juga penyair yang dikenal sebagai penulis puisi balada. WS. Rendra, misalnya. Dia juga dikenal sebagai penyair pamflet. Karena puisi puisinya yang mengandung kritik sosial banyak dibuat dalam bentuk puisi pamflet.
Puisi pamflet Rendra terkumpul dalam buku puisi "Pamflet dalam Pembangunan". Selain itu, puisi balada Rendra juga terkumpul dalam buku "Balada orang orang terkenal" dan "Balada sepatu tua" (**/Pri Ethek)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar