Benda-benda
purbakala serta gedung-gedung tua yang masih tersisa menjadi sebuah bukti
kegemilangan yang pernah ditorehkan masyarakat Gresik kala itu. Kampung-kampung
dulu yang pernah dijadikan transit para pedagang asing, seperti Kampung
Kemasan, Kemuteran, Arab, Pecinan, dan Lumpur masih terjaga hingga sekarang.
Tempat tersebut menjadi sebuah saksi bahwa kota Gresik pernah menjadi bagian
penting dalam panggung sejarah Nasional maupun Internasional.
Selain salah satu pusat penyebaran
agama Islam di tanah Jawa, Gresik juga dikenal dengan berbagai produk masakan.
Setiap hari selama 24 Jam penuh kota ini tak pernah tidur. Wisatawan dari
berbagai penjuru tanah air datang
Untuk berziarah ke makam Sunan Giri dan
Maulana Malik Ibrahim ( Sunan Gresik ). Sambil berziarah, lidah mereka
dimanjakan oleh nikmatnya sajian kuliner khas Gresik, seperti Pudak, Legen,
otak-otak bandeng, nasi krawu, serta aneka jajan pasar lainnya. Bisa dimakan di
tempat, tapi juga bisa dibawa pulang sebagai buah tangan.
Tidak hanya itu, tradisi dan budaya,
serta kesenian tradisional warisan para leluhur masih tetap eksis dan terjaga
hingga saat ini. Salah satunya adalah seni pencak macan. Pencak macan merupakan
sebuah tradisi budaya masyarakat Kroman dan Lumpur, kecamatan Gresik yang
bernuansa Islami. Kesenian tradisional ini mulai dikenal dan berkembang pada
masa Sindudjaja, murid Sunan Giri III. Awalnya, seni pencak macan merupakan
tradisi ngarak ( mengantarkan )
pengantin. Pengantin laki – laki yang hendak menuju ke rumah pengantin
perempuan diarak seperti layaknya karnaval, kemudian di perempatan jalan
dipentaskan berbagai kesenian tradisional, termasuk pencak macan.
Pernikahan adalah ritual yang amat
suci. Di hadapan penghulu, kedua mempelai berikrar akan selalu mempertahankan
biduk rumah tangganya. Yang diharapkan adalah terwujudnya sebuah keluarga yang sakinah,mawaddah, dan warrahmah. Keluarga
kecil bahagia dan sejahtera di bawah lindungan Tuhan yang Maha Esa. Membangun
rumah tangga ibarat berlayar di atas sampan di tengah samudra nan luas. Kadang
datang ombak besar hingga nyaris menenggelamkan bahtera rumah tangga. Kadang
hanya riak-riak kecil yang menyembul ke permukaan. Gambaran tersebut tercermin
dalam pementasan seni pencak macan.
Dalam pertunjukan seni pencak macan
setidaknya ada empat tokoh utama, yakni macan, gondoruwo, monyet dan seorang
ulama. Macan merupakan binatang yang kuat, galak, buas, tapi bertanggungjawab.
Dalam rumah tangga seeorang laki – laki harus memiliki watak seperti macan,
yakni gagah perkasa, keras, namun bertanggungjawab serta menyayangi keluarga.
Orang Jawa bilang sak galak-galake macan
ora bakal mangsa gogore dhewe. Kalau diterjemahkan secara bebas artinya
sebuas-buasnya harimau tidak akan mungkin memakan anaknya sendiri.
Gondoruwo adalah makhluk yang
wujudnya sangat mengerikan. Melambangkan sifat yang mengagunkan nafsu angkara
murka. Perang terberat adalah perang melawan hawa nafsu. Apabila kita mampu
mengendalikan hawa nafsu niscaya akan selamat dunia akhirat. Sebaliknya,
apabila kita dikendalikan hawa nafsu maka kita sama dengan gondoruwo tapi
bertampang manusia.
Perselisihan, beda pendapat, salah
pengertian, konflik adalah hal yang lumrah terjadi di dalam rumah tangga.
Sejatinya hal tersebut disebabkan karena salah satu suami / istri tak mampu
mengendalikan nafsu. Namun jangan sampai kriwikan
dadi grojogan. Masalah sepele kemudian menjadi masalah besar. Untuk meredam
nafsu tersebut harus berpegangan pada lengo
kayu gapuk. Lengo artinya kalau
yang satu mentheleng maka yang lain
harus lungo ( menghindar ). Kayu artinya kalau yang satu ada tanda –
tanda mau berbuat kasar, maka yang lain harus mesem ngguyu ( tersenyum ). Sedangkan gapuk artinya kalau yang laki – laki lagi wegah ( enggan / malas ) maka yang perempuan harus ngepuk-epuk ( membelai ) pasangannya.
Perempuan yang lincah, piawai
mengurus rumah tangga, tapi cerewet, bawel, dan crigis disimbolkan oleh tokoh monyet. Meskipun
perempuan kerap diidentikan dengan konco
wingking , namun memiliki peran cukup sentral dan menegakkan kehidupan
rumah tangga. Ada duit sedikit ya cukup, ada uang banyak ya habis tak tersisa.
Perempuan adalah pendamping suami yang setia. Keberhasilan dan kesuksesan
seorang lelaki sebenarnya tidak lepas dari peran perempuuan di rumah.
Sementara properti serta aksesoris
yang digunakan adalah Ketopang delapan lonjor dan Pontang lima. Ketopang adalah
sapu lidi yang berjumlah tiga puluh tiga yang dihiasi dengan kertas warna merah
– putih ditancapkan pada buah pepaya dan diletakkan di atas bambu. Disebut
Ketopang delapan lonjor karena dibawa delapan orang. Salah satu diantaranya
diperebutkan para pengunjung. Pontang adalah janur kuning yang telah diisi
makanan dari beras ketan berwarna warni, bagian tengahnya terdapat contong dari
daun pisang yang ujungnya diberi kapas. Disebut pontang lima karena dibawa oleh
lima perempuan yang berparas aduhai.
Saat ini, masyarakat Gresik memang
jarang yang menggunakan seni pencak macan sebagai tradisi ngarak pengantin.
Akan tetapi bukan berarti seni pencak macan lenyap begitu saja. Seni pencak
macan kini menjadi komoditi pariwisata dan obyek penelitian. Belum lama
berselang, Heritage Studies mahasiswa dari International Islamic University
negeri Jiran, Malaysia dalam lawatannya ke Jawa Timur menyempatkan diri mampir ke Gresik menyaksikan seni pencak
macan. Salah satu diantara mereka tidak mampu menyembunyikan kekagumannya. “
Bagus sekali. Harimau-nya seperti hidup seperti harimau sungguhan, “ kata
Nabila Badjenid, mahasiswa semester VI jurusan arsitektur International Islamic
University, Malaysia.
Hingga saat ini kesenian tradisional
pencak macan masih tetap terjaga eksistensinya. Hal ini tidak lepas dari
komitmen yang tinggi masyarakat Gresik dalam menjaga Warisan budaya. Tidak
hanya itu, komunitas-komunitas semisal Masyarakat Sejahrawan Indonesia (MSI)
komisariat Gresik serta Masyarakat Pecinta Sejarah dan Budaya Gresik (Mataseger)
bertekad melestarikan bahkan membumikan seni pencak macan.